KESEPAKATAN KELAS MENJADI BUDAYA POSITIF DALAM PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 1 LARANTUKA

“Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”

(Ki Hajar Dewantara)

 

Fungsi pendidikan nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ada benang merah antara fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk watak  dan berahklak mulia. Dua kekhasan inilah menjadi dasar pengembangan pendidikan karakter di sekolah. Untuk menguatkan pendidikan karakter di sekolah maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencetuskan Profil Pelajar Pancasila sebagai gerbang emas yang harus dituju oleh pelaku-pelaku pendidikan di Indonesia.

Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju ke arah hidup yang lebih baik. Sebuah pernyataan yang sangat bagus ditelaah adalah penyempurnaan diri secara terus-menerus yang bermakna bahwa pembentukan karakter merupakan sebuah porses. Proses internalisasi nilai-nilai dari Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berahklak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Proses internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan termanifestasi dalam suatu produk kehidupan yaitu budaya. Di sinilah peran sekolah sebagai institusi pembentukan karakter manusia Indonesia mulai dikonstruksikan. Peran sekolah dalam membangun pendidikan karakter pada peserta didik mulai dipupuk untuk memekarkan peserta didik menjadi Pelajar Pancasila melalui budaya-budaya positif yang dikembangkan di sekolah.

Budaya sekolah menurut Fullan (2007) adalah keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang terlihat dari bagaimana sekolah menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai berbagai tradisi dan kebiasaan keseharian yang dibangun dalam jangka waktu yang lama oleh guru, murid, orang tua, dan staf administrasi yang bekerjasama dalam menghadapi berbagai krisis dan pencapaian. Dari kedua pengertian tersebut kita melihat bahwa budaya sekolah merupakan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Tentunya, budaya sekolah tersebut masih perlu dilaksanakan mengingat perannya yang dapat membuat sekolah menjadi lingkungan yang nyaman. (dikutip dari LMS PGP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2021)

Upaya awal untuk membangun budaya positif di sekolah adalah meliputi: (1) membuat kesepakatan kelas; (2) membuat visi dan misi sekolah yang bermuara pada budaya positif sekolah; (3) mengembangkan kedisiplinan positif; dan (4) keteladanan. Kesepakatan kelas merupakan salah satu upaya awal untuk membangun budaya positif di sekolah. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif  di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Selain itu kesepakatan kelas menjadi koridor dalam membangun komunikasi antara guru dengan peserta didik selama pembelajaran.

SMA Negeri 1 Larantuka sebagai sebuah institusi pendidikan yang bertanggung jawab terhadap seribu lebih peserta didiknya mulai mengembangkan budaya positif dengan membuat kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas mulai diperkenalkan pada civitas akademika SMA Negeri 1 Larantuka pada kegiatan workshop Peningkatan Kompetensi Perencanaan Pembelajaran bagi Semua Guru Mata Pelajaran yang diselenggarakan pada tanggal 22 – 28 Juli 2021. Penulis menjadi salah satu Pemateri dengan materi yang dibawakan adalah Pembelajaran dan RPP Berdiferensiasi (+++Budaya positif). Dalam membawakan materi kami memperkenalkan pembelajaran berdiferensiasi, RPP berdiferensiasi, dan membuat contoh kesepakatan kelas sebagai dasar pengembangan budaya positif di sekolah. Dalam kegiatan workshop ini kami belajar membuat contoh kesepakatan kelas yang digunakan dalam memandu kegiatan workshop, memasukan item membuat kesepakatan kelas sebagai salah satu kegiatan pembelajaran pada sesi pendahuluan di RPP, dan mulai membuat kesepakatan kelas ketika melaksanakan pembelajaran baik tatap maya maupun tatap muka.

Kesepakatan kelas yang menjadi contoh yang dibuat pada kegiatan workshop adalah: (1) tapat waktu; (2) selama kegiatan tidak boleh menggunakan HP kecuali diminta Pemateri; (3) aktif dalam kerjasama kelompok; dan (4) harus ada hasil. Dari empat kesepakatan ini, tiga kesepakatan berjalan dengan baik yaitu kegiatan dilaksanakan tepat waktu, peserta workshop melakukan diskusi kelompok secara aktif, da nada hasil yang didapat dari kegiatan workshop ini. Hasil yang diperoleh adalah guru-guru mulai berlajar membuat RPP berdiferensiasi meskipun sederhana yang termuat dengan membangun kesepakatan kelas, tiga hari pelaksanaan pembelajaran tatap maya ini beberapa guru sudah mulai membuat kesepakatan kelas saat memulai pembelajaran. Sedikit hambatan dalam melaksanakan kesepakatan ini adalah peserta workshop masih bermain dengan HP-nya saat kegiatan workshop berlangsung. Nilai yang mau ditanamkan dari kesepakatan “selama kegiatan tidak boleh menggunakan HP kecuali diminta Pemateri” adalah saling menghargai dan mendengarkan. Dalam kasus ini, nilai saling menghargai dan mendengarkan perlu diperkuat untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya. Sehingga untuk kegiatan-kegiatan ke depan, tidak bermain dengan HP ketika mengikuti kegiatan” perlu dipertajam lagi sehingga pikiran menjadi terbuka terhadap segala masukan dari pembicara baik pemateri maupun peserta workshop yang lain.

Hambatan yang dihadapi ini menjadi hal yang lumrah karena selama ini tidak pernah membuat kesepakatan kelas ketika sekolah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan baik workshop, in house tranning, maupun diklat tingkat sekolah. Sebuah harapan besar dan menjadi puncak dalam mengembangkan budaya positif di SMA Negeri 1 Larantuka adalah keteladanan. Keteladan dalam menjalankan kesepakatan kelas menjadi contoh peserta didik dalam menjalankan kesepakatan yang dibuat dalam pembelajaran.